Kamis, 02 Mei 2024

"Berharap Pilkada Kota Balikpapan 2024 Tidak Ada Kotak Kosong"

oleh : Ilham Nur (Mahasiswa Universitas Mulia)

KONDISI politik di Kota Balikpapan menjelang pilkada 27 November 2024 ini, masih menimbulkan traumatik mendalam di masyarakat. Para ketua dan pengurus partai politik di Kota Balikpapan, seolah terkooptasi dengan gaya politik pragmatis. 
 
Traumatik masyarakat berawal dari hasil pilkada Kota Balikpapan 2019 lalu, terlihat jelas belum berbasis gagasan dan program pembangunan berdasarkan kebutuhan masyarakat, melainkan lebih kepada selera penguasa.

Hal ini berkaitan erat dengan praktik mahar politik pencalonan yang transaksional dalam mendorong calon Walikota dan Wakil Walikota. Anehnya di Kota Balikpapan, politik transaksional ini dianggap hal yang wajar, bahkan terjadi terang-terangan tanpa ada yang berani melakukan proses penindakan hukum.

Coba kita perhatikan calon Walikota dan Wakil Walikota yang diusung partai politik di Kota Balikpapan, tidak lagi melihat kapasitas dan kapabilitas calon tetapi penilaian utamanya adalah isi tas calon.

Padahal dalam UU 10/2016 Pasal 187 B tentang Pilkada, dijelaskan secara tegas, anggota partai politik atau gabungan partai politik yang sengaja menerima imbalan saat proses pencalonan kepala daerah dipidana dengan penjara 36 - 72 bulan. Akibat dari politik transaksional dengan modal besar yang dikeluarkan calon terpilih, tentu modal tersebut harus kembali, sehingga tidak heran kalau kita perhatikan 4 tahun terakhir terasa sekali dampak melemahnya kualitas pembangunan di Kota Balikpapan, yang diperparah dengan kinerja roda pemerintah kota yang tidak berorientasi pada kebutuhan masyarakat, melainkan hanya berorientasi pada selera penguasa, yang akhirnya terjadi kekacauan dalam menyusun perencanaan pembangunan kota.

Empat tahun ini kalau kita perhatikan data pemberitaan media tentang Kota Balikpapan, terjadi kemacetan, ketika hujan terjadi banjir, terjadi krisis air, tiap tahun anak-anak sulit untuk mendapatkan sekolah, pelayanan kualitas kesehatan yang masih di bawah standar harapan masyarakat kota, terjadi antrean BBM di tiap SPBU, sulitnya masyarakat mendapatkan gas 3 kg, mahalnya harga kebutuhan pokok bahan pangan, tidak terkendalinya inflasi ditambah kegiatan pembangunan infrastruktur fisik yang hampir semua bermasalah dan berantakan dan masih banyak lagi problem lainnya.

Tentu harusnya problem pembangunan kota yang kami sebut di atas tidak akan terjadi apabila perencanaan pembangunan kota disusun secara baik dan serius berdasarkan basis kebutuhan masyarakat kota Balikpapan. Problem ini semua berkaitan erat dengan gaya politik transaksional dan juga politik elektoral dalam pilkada satu pasangan calon atau calon tunggal di tahun 2019 lalu, untuk itu menjelang pilkada 2024 kita berharap agar calon tunggal atau kokos tidak terjadi lagi di Kota Balikpapan, mengingat kita semua bertanggung jawab memikul beban yang sama berat dalam menjaga proses pembangunan di Kota Balikpapan dan juga menjaga proses berdemokrasi di Kota Balikpapan agar tetap tumbuh hidup dan sehat.

Traumatik lain yang dirasakan masyarakat Kota Balikpapan adalah melemahnya kontrol publik baik media maupun NGO/LSM dan juga lemahnya kontrol pengawasan oleh anggota DPRD terhadap kinerja OPD Pemerintah Kota Balikpapan, tentu ini akan membahayakan politik pembangunan kota dan juga membahayakan ruang demokrasi di Kota Balikpapan. Maka menjadi penting memberikan kritikan untuk mengingatkan para pengurus dan ketua partai politik dikota Balikpapan agar menjalankan roda organisasi partai secara baik dengan mendorong calon Walikota dan Wakil Walikota yang memiliki kemampuan mendesain perencanaan pembangunan Kota Balikpapan secara baik dan serius serta dapat menjaga proses berdemokrasi di Kota Balikpapan agar tetap hidup dan sehat. (*)

Baca Juga :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NEWS UPDATE

SPACE AVAILABLE

POPULER

INFO LOWONGAN KERJA

JADWAL PENERBANGAN BANDARA SAMS SEPINGGAN BALIKPAPAN

INFO CUACA KALTIM