“Wiwit Kopi adalah bentuk rasa syukur kami kepada ALLAH SWT atas berkah panen. Sekaligus menjadi sarana mempererat persaudaraan antarwarga dan melestarikan budaya leluhur agar tidak punah,” ungkapnya.
Supi’i juga menambahkan, Dusun Segunung memiliki 60 - 70 hektare lahan kopi dengan produksi tahunan mencapai 50 - 60 ton. “Jenis kopi yang dominan adalah Robusta, meskipun ada juga varian Excelsa dan Arabika. Produk kami dipasarkan melalui berbagai jalur, mulai dari tengkulak, kerja sama dengan pabrik kopi, kafe hingga home industry lokal yang berkembang di wilayah Wonosalam,” jelasnya.
Tokoh masyarakat Wonosalam, Hadi Suyatno, turut memberikan apresiasi terhadap penyelenggaraan tradisi ini. “Wiwit Kopi tidak hanya sebagai wujud rasa syukur, tetapi juga menjadi ajang promosi budaya dan pariwisata. Kegiatan ini menarik minat wisatawan dan media, serta menjadi contoh nyata bagaimana tradisi lokal bisa mendukung ekonomi daerah melalui wisata berbasis budaya,” tuturnya.
Selain ritual adat, acara ini juga diramaikan dengan pertunjukan karawitan bocah Segunung, campursari, serta lomba tradisional seperti goreng kopi dan nasi ampok, yang mengundang antusiasme warga dan wisatawan. Dengan demikian, Wiwit Kopi di Kampung Adat Segunung bukan sekadar ritual tahunan, melainkan cerminan kearifan lokal yang menyatukan nilai spiritual, budaya, ekonomi dan pariwisata. Sebuah warisan yang layak dijaga dan dijadikan inspirasi daerah lain di Indonesia. (agus pamuji)
foto : istimewa for kabarjatim
teks foto : Sebagai rasa syukur kepada ALLAH SWT masyarakat Dusun Segunung gelar wiwit kopi yang melimpah dengan pesta adat, arak-arakan, kesenian kuda lumping dan berebut gunungan buah-buahan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar